What is Behind the Publication of Wikileaks?

<--

Wikileaks, situs yang mempublikasikan dokumen-dokumen rahasia, kembali merilis 400.000 arsip rahasia militerAmerika Serikat terkait Perang Irak. Isi dokumen antara lain ada 109.032 orang yang tewas, terdiri atas 66.081 warga sipil, 23.984 pengacau keamanan (musuh), 15.196 tentara Irak, dan 3.771 pasukan koalisi. Pengungkapan dokumen rahasia itu merupakan yang kesekian kalinya, dan kali ini pun mendapat reaksi cukup keras, terutama dari Departemen Pertahanan AS (Pentagon) dan Washington.

Bocoran dokumen rahasia terbaru Wikileaks pada situs www.wikileaks.org itu mengungkap fakta-fakta yang menyedihkan, meskipun tidak sama sekali baru, dari Perang Irak. Warga sipil menjadi sasaran pembunuhan, penyiksaan, dan bentuk kekerasan lain oleh aparat keamanan. Dokumen rahasia tersebut mencakup laporan harian para prajurit Angkatan Darat AS dari 1 Januari 2004 hingga 31 Desember 2009, yang mengungkap berbagai tindak kekerasan pasukan AS. Menyusul rilis itu, Amerika, Inggris, dan Australia pun protes keras.

Di mata para petinggi Pentagon dan Washington, pengelola Wikileaks dianggap menodai citra institusi itu karena terus-menerus membuka sisi-sisi gelap operasi pasukan Amerika dan koalisinya di Irak semenjak penggulingan Saddam Hussein. Seorang anggota parlemen Irak menyatakan, bukti-bukti Wikileaks menunjukkan AS begitu menyusahkan bangsa Irak.

Walaupun kandungan informasi itu bukan hal yang mengejutkan, pengungkapan arsip di bawah judul ”Iraq War Diary” itu menunjukkan besarnya tingkat pelanggaran AS di Irak.

Salah satu insiden terjadi Mei 2006, saat seorang perempuan hamil bernama Nahiba Jassim dan sepupunya, Saliha Hassan, tewas ditembak di sebuah pos pemeriksaan di Samarra. Jassim dan Hassan sedang dalam perjalanan terburu-buru ke sebuah rumah sakit bersalin di kota tersebut. Hal lain yang mengejutkan dari laporan-laporan ini adalah tidak adanya tindak lanjut dari unit-unit pasukan yang menembak warga sipil tersebut. Laporan tersebut juga menunjukkan, pasukan AS terkesan menutup mata terhadap penyiksaan warga sipil.

Sepak-terjang pengelola Wikileaks menunjukkan betapa kuatnya pengaruh jalur komunikasi online itu dalam mendorong dan memaksa transparansi di sektor yang selama ini sulit ditelisik media massa konvensional. Bahkan, efeknya bukan lagi sekadar transparansi, melainkan upaya penelanjangan. Siapa pun bisa mengakses dan mempelajari data-data Pentagon mengenai operasi pasukan AS yang sampai saat ini masih menuai kecaman. Namun, kehadiran Wikileaks memunculkan pula kecurigaan akan taktik spin doctor Pentagon.

Spin doctor, atau harfiahnya ”ahli pelintir” adalah praktik komunikasi politik yang secara taktis ”memelintir” fakta untuk mencapai tujuan. Misalnya, bukan rahasia apabila tim pelintir itu sengaja merancang suatu demo menentang pemimpin berkuasa jika strategi itu menguntungkan penguasa. Dalam kasus Wikileaks, banyak pula yang curiga Pentagon terlibat karena rilis itu justru menunjukkan ketidakmampuan Bagdad menjamin keamanan. Strategi inilah yang mesti diwaspadai agar opini publik tidak terseret oleh kecanggihan komunikasi politik AS.

About this publication