The U.S.-Venezuela Diplomatic Crisis

<--

Adegan jabatan tangan Menlu AS Hillary Clinton dan Presiden Venezuela Hugo Chavez dinilai membantu mengurangi ketegangan hubungan bilateral.

Jabatan tangan di sela acara pelantikan Presiden Brasil Ny Dilma Rousseff pekan lalu di Brasilia, ibu kota Brasil, itu menarik perhatian karena berlangsung di tengah memuncaknya ketegangan kedua negara. Tidak jelas apa yang dibicarakan, tetapi pengaruh adegan jabatan tangan dan saling melempar senyuman itu dinilai sebagai isyarat positif bagi penurunan ketegangan hubungan.

Pada level yang lebih dalam, sudah terjadi prasangka ideologis politik dan ekonomi antara AS dan para tetangganya di Amerika Latin. Sejumlah negara Amerika Latin yang dimotori Chavez menolak ideologi kapitalisme-liberalisme. Sebaliknya, Chavez dan sejumlah pemimpin Amerika Latin mengembangkan neososialisme.

Hubungan AS-Venezuela memang memanas sepekan terakhir sejak AS mencabut visa Duta Besar Venezuela untuk AS. Tindakan pengusiran itu merupakan pembalasan atas putusan pemerintahan Chavez menolak calon Dubes AS untuk Venezuela. Krisis hubungan diplomatik AS-Venezuela itu sudah pasti tidak terlepas dari persoalan hubungan yang buruk antara AS dengan Venezuela dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya.

Negara-negara Amerika Latin merasa perlu mengembangkan ideologi dan menemukan jalannya sendiri. Sekalipun Amerika Latin berada di pekarangan belakangnya, perhatian AS dinilai sangat kurang. Perhatian AS justru lebih banyak ke Eropa, Asia Pasifik, dan Afrika ketimbang ke Benua Amerika sendiri.

Atas kenyataan itu, semakin dipertanyakan makna doktrin ”Amerika untuk Amerika” yang dikeluarkan Presiden AS James Monroe tahun 1823. Doktrin Monroe itu menolak intervensi luar, khususnya Eropa waktu itu, dan mendorong kerja sama kawasan Benua Amerika. Namun, dalam perjalanannya, tidak terjadi penguatan kerja sama kawasan, lebih-lebih karena orientasi AS lebih tertuju ke kawasan di luar Benua Amerika.

AS pun melesat sendiri dalam kemajuan, membiarkan negara-negara tetangga di kawasan selatan dan Karibia bergulat dalam kemiskinan di bawah pemerintahan otoriter. Pengaruh AS di kawasan Amerika Latin dan Karibia pun cenderung melemah. AS tidak bisa mendikte keinginannya kepada para tetangganya di selatan. Bahkan penentang utama AS sebagai negara adidaya justru datang dari tetangganya, khususnya Kuba.

Belakangan ini muncul Chavez, yang secara vokal menentang tendensi dominasi AS di Benua Amerika, sekaligus mengecam ideologi kapitalisme-liberalisme yang dikampanyekan AS. Sentimen anti-AS dan penentangan terhadap paham kapitalisme-liberalisme secara dialektis memperkuat gerakan neososialisme di kawasan Amerika Latin.

About this publication