Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi mengatakan, Indonesia harus bersikap lebih tegas terkait agresi sekutu ke Libia karena tindakan mereka sebenarnya tidak murni untuk menciptakan perdamaian.
“Indonesia harus tegas menentang agresi asing yang numpang di setiap pemberontakan. Apalagi kalau pemberontakan tersebut didesain oleh asing,” kata Hasyim di Jakarta, Minggu (3/4).
Menurut Hasyim, Indonesia perlu memberi perhatian lebih kepada Libya karena Indonesia pun bisa diperlakukan sama oleh pihak asing. “Mereka bisa menyulut pemberontakan kemudian melakukan intervensi atau invasi berdasarkan `kemanusiaan`,” kata mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Namun, tutur dia, di sisi lain Indonesia juga harus terus mendorong negara-negara Timur Tengah agar melakukan demokrasi ekonomi dan politik agar tidak ada kekuasaan seumur hidup.
Terkait keterlibatan sejumlah negara Arab membantu serangan sekutu ke Libia, menurut Hasyim hal itu tidak terlepas dari urusan minyak.
Dia mengatakan, negara-negara Arab penghasil minyak sangat diuntungkan dengan adanya krisis Libya karena harga minyak naik dari 80 dolar AS menjadi 110 dolar AS per barel.
“Hitung saja, kalau Arab Saudi, penghasil minyak terbesar di dunia, mencapai sembilan juta barel sehari berarti bisa mendapat 270 juta dolar per hari. Bagaimana kalau dihitung selama satu bulan?” katanya.
Rebut Minyak
Demikian pula Qatar yang bisa menghasilkan minyak dua juta barel sehari, serta Bahrain dan Kuwait yang bisa mencapai dua sampai tiga juta barel sehari.
“Tentu mereka dapat rejeki dadakan yang luar biasa,” kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok itu. Sebaliknya, lanjut Hasyim, negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia, Banglades, dan Pakistan justru terkapar.
Terkait sikap Amerika Serikat yang menarik armada militernya dari zona larangan terbang Libia, menurut Hasyim, semakin membuktikan jika serangan sekutu lebih bermotif minyak.
AS, kata Hasyim, tampaknya tidak punya perusahaan minyak di Libya. Pihak yang punya perusahaan minyak di Libya adalah negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Spanyol.
“Jadi Amerika tidak bisa terus menerus operasi di Libya kecuali sebatas `solidaritas Barat` serta Obama yang selalu mengobarkan soft policy terhadap dunia Islam bisa merugi secara politis, termasuk namanya sebagai pemenang piala Nobel,” katanya.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.