Paying Attention to the U.S. Debt Crisis

<--

Kendati pamornya sebagai adidaya ekonomi terus meredup di tengah bayang-bayang kebangkitan China, pengaruh AS masih sangat menggentarkan dunia.

Posisinya sebagai perekonomian terbesar tak hanya menempatkannya sebagai pilar utama ekonomi global, tetapi sering kali juga sumber gejolak dan instabilitas ekonomi dunia. Contoh terakhir adalah guncangan bursa saham di penjuru dunia, menyusul peringatan Standard & Poor’s untuk menurunkan prospek peringkat utang AS dari ”Stabil AAA” menjadi ”Negatif AAA”.

Penurunan prospek peringkat utang ini terkait defisit dan utang AS yang dianggap sudah pada batas bahaya, sementara kinerja perekonomiannya sendiri dianggap tak meyakinkan untuk bisa mampu membayar utang.

Langkah S&P dan kekalutan dunia bisa dipahami karena selama ini tak kunjung ada tanda-tanda kesepakatan atau program meyakinkan untuk memangkas utang masif tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir defisit dan utang terus membengkak, tertinggi di antara negara maju, diperparah dengan biaya krisis (bail out dan stimulus ekonomi) serta pembiayaan perang.

Terus membesarnya defisit dan utang dimungkinkan mengingat nama besar AS selama ini dianggap jaminan mutu sehingga kreditor atau investor mana pun rela memegang surat utang negara itu sebagai salah satu bentuk investasi atau penempatan dana menganggurnya kendati imbal hasil rendah dibandingkan surat utang negara lain.

Sejalan dengan waktu, AS semakin terlena dalam tradisi lebih besar pasak daripada tiang sehingga tanpa sadar utang terus membengkak hingga mencapai 14,3 triliun dollar AS. Status dan prospek peringkat utang AS sekarang ini jadi semacam pertaruhan serius citra dan reputasi AS.

Meski saat ini kecil kemungkinan AS gagal bayar utang—mengingat kemampuan mencetak uang dan persepsi dunia yang menganggap AS surga investasi yang relatif bebas risiko—rontoknya peringkat utang bisa jadi pertanda runtuhnya pula tingkat kepercayaan kepada AS.

Dan, implikasinya bisa sangat fatal karena bukan saja negara itu akan kian kesulitan mencari utangan untuk membiayai defisitnya, melainkan negara-negara pemegang surat utang AS juga akan beramai-ramai mencampakkan surat-surat utang AS dan aset-aset dalam dollar AS.

Akibatnya tidak hanya pukulan terhadap dollar AS dan perekonomian AS, tetapi juga negara-negara kreditor terbesar AS. Sanggupkah perekonomian dunia menanggung kebangkrutan dan gagal utang AS? Kuncinya sekarang adalah ada atau tidaknya suatu program kredibel dan ambisius untuk memangkas defisit dan utang masif ini.

Ini tergantung siap tidaknya pemerintah dan masyarakat AS berkorban mengencangkan ikat pinggang. Persetujuan DPR atas rencana pemangkasan anggaran belanja 6,2 triliun dollar AS adalah langkah awal menjanjikan.

About this publication