Be Aware of US Military Base in Darwin

<--

Oposisi Australia tidak mempercayai kemungkinan perluasan kehadiran militer Amerika Serikat di Australia yang merupakan tindakan provokasi terhadap China.

Wacana tentang rencana pemerintah Amerika Serikat menempatkan pangkalan militernya di Darwin, Australia Utara pada 2012 telah bergulir sedemikian rupa. Pemerintah AS rencananya akan menempatkan 2.500 marinir mereka di sana pangkalan tersebut—daerah yang hanya berjarak 820 km (500 mil).

 

Wacana ini seiring semakin mencuatnya persoalan di Papua, di mana ada perusahaan pertambangan emas Amerika Serikat yang beroperasi di sana. Maka berbagai pihak kemudian menangkap isu ini sebagai langkah AS untuk mengedepankan kepentingannya di Indonesia pada umumnya. Ada juga yang menangkap langkah AS ini terkait kepentingan mereka di Laut Timor dan sumber daya alam (SDM) Indonesia.

Setidaknya, pandangan keras disampaikan pengamat intelijen AC Manullang kepada media massa. “Pangkalan militer AS di Darwin akan digunakan untuk memerdekakan Papua,” katanya. Menurut Manullang, keberadaan pangkalan itu akan memudahkan AS mengirimkan pasukan ke Papua dengan alasan untuk perdamaian. “Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua akan menjadi alasan AS melalui PBB mengirimkan pasukannya di Papua,” ungkapnya.

Meski pemerintah Indonesia telah buru-buru menyatakan bahwa pangkalan militer AS itu tidak berbahaya bagi Indonesia. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letnan Jenderal TNI Marciano Norman misalnya. Dia menyatakan, keberadaan pangkalan militer AS itu tidak perlu dicemaskan. Menurutnya, Presiden SBY sendiri sudah menyatakan pandangannya mengenai keberadaan pangkalan militer Amerika di Darwin adalah kerjasama diantara Amerika dan Australia–negara sekutunya.

“Soal pasukan Amerika yang ada di Darwin, saya rasa Pak Presiden telah menyampaikan pandangannya bahwa kita sangat menghormati keputusan kedua negara,” ujar Marciano di DPR RI, Jakarta, Selasa 29 November 2011.

Tapi banyak pihak memandang keberadaan pangkalan militer AS di Darwin, merupakan potensi ancaman kedaulatan NKRI. Jika dalam jangka pendek kehadirannya bukan merupakan ancaman bagi Indonesia, namun dalam jangka panjang, maka itu adalah sebuah ancaman yang mesti diwaspadai. Karena tentunya, keputusan AS menempatkan pangkalan militer di Darwin sebagai hasil kajian geopolitik penguasaan kawasan dalam jangka panjang 20 tahun ke depan, dan bukan semata untuk kepentingan parsial saat ini. Maka sebagai bangsa besar yang berdaulat, Indonesia harus melakukan antisipasi strategi jangka panjang, melalui intensitas diplomasi internasional dan kepemimpinan pembangunan kawasan ASEAN yang berorientasi kepentingan nasional. 

Menghadang China

Ketika pemerintah Australia sudah menyetujui dibangunnya pangkalan militer AS di Darwin Koran Australia, Sydney Morning Herald menurunkan analisisnya yang terkait dominasi China. Pangkalan itu disebut-sebut akan menjadi kekuatan untuk menandingi China di kawasan ASEAN. AS, katanya, sangat berkepentingan agar ASEAN dan kawasan Pasifik tidak secara militer tidak dikuasai China.

Pemerintah China sendiri telah mengeluarkan pernyataan akan mengadakan latihan militer di wilayah Kepulauan Pasifik. Pernyataan ini muncul setelah rencana AS tersebut. “Latihan ini merupakan sebuah program rutin yang sudah direncanakan. Latihan ini tidak ditujukan untuk menghadang negara lain. Kami pun menghormati hukum internasional,” ujar Departemen Pertahanan China, seperti dikutip Reuters, Kamis (24/11/2011).

Sebagai negara yang sedang “naik daun”, China telah memperkuat kekuatan militernya. China telah menciptakan kapal selam baru dan juga sistem pertahanan misil balistik di laut. Pada 2010 lalu, China juga tampak melintas di perairan Jepang, Vietnam, dan Filipina. Hal ini menyebabkan ketegangan diplomatik antara China dan ketiga negara itu.

Hubungan kedua negara menegang setelah AS mengutarakan rencana penempatan pasukannya di Darwin. Presiden AS, Barack Obama mengatakan, militer AS akan segera mengoperasikan pesawat dan kapal tempurnya di perairan Australia. China pun merasa keberatan atas sikap AS. China juga sudah mulai mempertanyakan maksud penempatan pasukan AS di Darwin.

AS beralasan bahwa penempatan pasukannya di Darwin merupakan bentuk dari aliansi AS dan Australia yang sudah terjalin sejak dulu. Penempatan pasukan itu juga ditujukan untuk membantu negara di wilayah yang bersangkutan dalam hal penanganan bencana alam.

Namun China menilai bahwa penempatan 2.500 personel Marinir AS di Darwin, sebagai ancaman bagi situasi damai di Asia Tenggara. Sebab, hal ini dinilai dapat menimbulkan ketegangan baru. Selama ini wilayah ASEAN merupakan zona damai dan bukan wilayah konflik. Sehingga penempatan marinir AS di sana dinilai tidak tepat. Namun ada wilayah yang berpotensi dapat menimbulkan ketegangan lokal, seperti masalah gugus pulau Spartly yang diklaim oleh Vietnam, Filipina, Brunei dan Malaysia.

Waspada

Apa sebetulnya yang menjadi agenda AS di Indonesia, Asia Tenggara bahkan Pasifik? Pihak oposisi Australia mengatakan mereka tidak mempercayai kemungkinan perluasan kehadiran militer Amerika Serikat di Australia yang merupakan tindakan provokasi terhadap China. Juru bicara oposisi bidang Imigrasi, Scott Morrison mengatakan perluasan tersebut hanya berfungsi sebagai hubungan persekutuan antara Australia dan Amerika Serikat.

Maka boleh jadi penempatan pasukan AS di Australia lebih dimaksudkan untuk kepentingan lain. Seperti untuk mengantisipasi perubahan politik yang bakal terjadi di Indonesia, khususnya di Papua. Sebab secara geografis, letak Darwin lebih dekat dengan Papua ketimbang wilayah Asia Tenggara yang menjadi daerah pergerakan China.

Kita menyadari bahwa sat ini di Provinsi Papua sedang muncul penolakan oleh penduduk setempat atas PT Freeport. Padahal perusahaan yang 97% sahamnya dimiliki investor AS itu, sudah beroperasi sejak awal 1970-an. Dalam beberapa pekan terakhir, Freeport juga terus digoyang oleh kegiatan bersifat anarkis. Warga AS sudah ada yang menjadi korban. Selain soal Freeport, penduduk lokal makin ramai mendukung perjuangan kelompok separatis yang mau memerdekakan Papua.

Di AS sendiri sudah lama terbentuk sebuah lobi yang menginginkan agar Papua didukung menjadi sebuah negara merdeka. Walaupun pemerintah AS secara resmi selalu membantah setiap tudingan yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Washington ikut bermain politik di Papua.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden AS Barack Obama di Bali, pekan lalu, sempat menyinggung kebijakan marinir AS di Australia. Terkait dengan cadangan minyak di Celah Timor serta bagaimana AS memandang Indonesia yang kaya Sumber Daya Alam dan strategis di Asia Pasifik sehingga menggeser pangkalan dari Okinawa, Jepang ke Tenggara di Darwin. Wilayah laut Timor memiliki cadangan minyak yang sangat tinggi dan Amerika Serikat memiliki kepentingan yang besar atas minyak di Laut Timor.

Selain untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di kawasan ASEAN, AS juga berkepentingan atas cadangan minyak di Laut Timor untuk kebutuhan dunia di masa datang setelah gagal menaklukkan negara-negara minyak di kawasan Timur Tengah. Mengenai pilihan ke Darwin dan bukan ke Timor Leste, dalam hubungan kerja sama internasional, selalu dilihat dari sudut pandang ekonomi dan sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara. Timor Leste dari segi ekonomi dan sumber daya alam maupun sumber daya manusia masih terbatas. Selain itu, dalam hubungan ketatanegaraan, Timor Leste juga masih bergantung pada negara lain seperti Portugal dan juga tentu Indonesia.

Kesimpulan

Jikapun kehadiran pangkalan militer AS di Darwin adalah untuk menghadang pergerakan China di kawasan Asia Fasifik–menjaga stabilitas politik dan keamanan di kawasan ASEAN– apalagi untuk terlibat langsung di kawasan Asia Fasifik terkait cadangan minyak. Lebih menjurus lagi, jika kehadiran pangkalan militer itu untuk terlibat langsung pada persoalan di Papua.

Maka mau tidak mau, Indonesia harus mewaspadai kehadiran pangkalan AS itu, karena berpotensi menjadi ancaman kedaulatan negara. Pemerintah Indonesia tidak boleh menganggap sepele dengan kehadiran pangkalan militer di Darwin tetapi harus mengambil langkah-langkah untuk antisipasi jangka panjang.

About this publication