America’s Ambition To Destroy Afghanistan

<--

Ambisi AS Hancurkan Afghanistan

SENIN, 04 JANUARI 2010 22:40

Anak-anak Afghanistan

Tekad AS memenangkan perang Afghanistan sudah bulat. Pasukan tambahan sebanyak 30.000 personil telah disiapkan guna menghancurkan Taliban dan al-Qaidah.

Dalam pidatonya awal Desember lalu, Presiden AS Barack Obama, mengumumkan rencananya menambah jumlah personil tentara AS di Afghanistan. Targetnya, awal hingga pertengahan 2010, seluruh pasukan tambahan yang dibutuhkan telah bertempur di Afghanistan. “Sebanyak 30.000 pasukan tambahan ini akan dikerahkan pada awal 2010 sehingga mereka dapat menyasar para pemberontak dan mengamankan wilayah-wilayah padat penduduk,” kata Obama dalam pidatonya.

Presiden berkulit hitam itu meminta dukungan internasional, terutama sekutu-sekutu AS yang tergabung dalam NATO agar turut serta mengirim pasukan tambahan. “Karena ini merupakan upaya internasional, saya meminta agar komitmen ini diikuti oleh para sekutu kami. Sekarang, kita harus bersama-sama mengakhiri perang ini dengan sukses,” tegas Obama.

Obama berdalih, penambahan pasukan AS dan pasukan internasional akan memungkinkan terjadinya percepatan penyerahan tanggung jawab kepada angkatan bersenjata Afghanistan, dan memungkinkan percepatan penarikan tentara asing dari Afghanistan pada Juli 2011. “Seperti yang telah kita lakukan di Irak, kita akan melaksanakan penarikan ini secara bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan,” tandasnya.

Kengototan Obama mengirim pasukan tambahan di tengah meningkatnya jumlah korban militer AS di Afghanistan, menuai kecaman beragam kalangan. Salah satunya muncul dari tokoh liberal Partai Demokrat, George McGovern. “Saya sangat heran dengan keputusan pemerintahan Obama yang meningkatkan perang di Afghanistan, padahal itu salah, ” kata McGovern kepada The Washington Post.

Mantan senator dari Dakota Selatan itu membandingkan Obama dengan mendiang Presiden dari Demokrat, Lyndon Johnson, yang memutuskan peningkatan perang AS di Vietnam. Menurut McGovern, Johnson memiliki catatan cemerlang dalam persoalan dalam negeri, tapi Vietnam menghancurkan impiannya. Perang itu menjadi tak tertanggungkan bagi banyak warga AS, yang membuat Johnson tak mampu mempertahankan masa jabatan untuk empat tahun berikutnya.

Sekalipun mempunyai alasan bagus untuk perang di Afganistan, kata McGovern, AS tidak sesederhana itu bisa melakukannya. “Dengan utang 12 triliun dolar (sekitar 120.000 triliun rupiah) dan resesi parah ekonomi, ini bukan waktu untuk perang yang tak perlu di luar negeri. Kita sebaiknya membawa pulang tentara kita sebelum ada lagi di antara mereka yang tewas atau terluka, dan sebelum utang negara kita meledak,” tegasnya.

Dukungan Para Sekutu

Rencana Obama ini mendapatkan dukungan penuh dari sekutu-sekutunya di NATO. Bahkan NATO akan segera mengirim dua kelompok taktis sebanyak 3.000 tentara ke Afghanistan utara, di bawah komando Jerman. “Dari sudut pandang militer, markas besar sekutu di Eropa berpikir penting untuk mengirim dua kelompok taktis ke zona tersebut,” kata Kepala Staf Markas Komando Operasi Sekutu, Jenderal Karl-Hinz Lather, sebagaimana dilansir AFP.

Namun Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan negaranya akan menunggu hingga konferensi London tentang Afghanistan yang dijadwalkan pada 28 Januari. Tentara Jerman di Afghanistan mencapai sekitar 4.300 orang. Mereka ditempatkan di Afghanistan utara, dan merupakan penyumbang terbesar ketiga pasukan internasional yang beranggotakan 100.000 tentara, setelah AS dan Inggris yang memiliki 10.000 tentara di negara itu.

Adapun Perancis berencana mengirim 3.300 tentara ke Afghanistan dan menyambut baik strategi baru AS dengan penambahan jumlah pasukan. Namun awal Desember lalu, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy menyatakan akan menunggu hingga konferensi London untuk meninjau kembali dukungan tentaranya.

Dukunga terhadap penambahan jumlah pasukan asing di Afghanistan datang dari Inggris, sekutu utama AS. Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown, mengatakan telah memperbarui komitmen bangsanya untuk mengalahkan Taliban di Afghanistan dengan turut serta mengirimkan pasukan tambahan. Brown juga mengirimkan lebih banyak lagi peralatan tempur, termasuk helikopter dan alat-alat pendeteksi bom pinggir jalan, guna memerangi Taliban dan al-Qaidah.

Peralatan tempur ini akan menyertai 500 personel yang akan bergabung dengan 9.500 pasukan Inggris yang ditempatkan di Afghanistan selatan. “Kombinasi gabungan pasukan sekutu dengan pemerintah Afghanistan adalah cara kita mengalahkan pemberontakan, cara kita menghentikan ruang operasi al-Qaidah di Afghanistan,” kata Brown sebagaimana dikutip Aljazeera.

Brown mengatakan penambahan pasukan maupun peralatan tempur adalah bagian dari rencana untuk melemahkan Taliban dan untuk memperkuat pemerintah Afghanistan. Namun dia memungkiri jika beberapa bulan ke depan merupakan saat-saat yang kritis.

Veteran yang Menolak Perang

Tak semua warga AS setuju dengan rencana Obama yang akan menambah jumlah personel militer di Afghanistan. March Forward, sebuah lembaga veteran AS yang kerap menyuarakan penolakan perang dan aksi rasisme, menyerukan kepada semua prajurit untuk menolak perintah tersebut. “Seluruh pasukan asing harus meninggalkan Afghanistan sekarang juga!” tegas lembaga ini dalam laman daringnya.

March Forward juga mengajak segenap kalangan untuk bergabung dengan mereka dalam perjuangan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi tentara atau penduduk sipil kehilangan nyawa dalam perang. “Pada tanggal 1 Desember, kami mendapat perintah yang jelas dari Presiden Obama. Selama bertahun-tahun lagi, kami akan dikirim untuk membunuh, untuk mati, untuk menjadi cacat dan terluka dalam sebuah perang di mana ‘kemenangan’ adalah mustahil, melawan orang-orang yang bukan musuh kami.”

March Forward menegaskan, selama lebih dari delapan tahun para prajurit AS pulang dalam peti mati, di kursi roda, dengan kulit terbakar dan dihantui trauma perang. “Tentara aktif yang kalah karena bunuh diri lebih banyak daripada mereka yang tewas dalam pertempuran,” demikian pernyataan lembaga yang didirikan oleh Michael Prysner, seorang veteran perang Irak pada 2008 lalu.

Walau demikian, para pejabat militer AS tak terpengaruh dengan penentangan sejumlah pihak. Ambisi memenangkan pertempuran di Afghanistan walau dengan mengorbankan nyawa ribuan prajurit, tetap nomor satu. Padahal tingkat kekerasan di Afghanistan saat ini semakin memburuk seiring dengan kian sengitnya perlawanan para pejuang.

Situasi ini mengundang keprihatinan Kepala Staf Gabungan AS, Laksamana Mike Mullen. Apalagi para pejuang mengontrol sekitar sepertiga provinsi Afghanistan. “Saya tetap sangat prihatin dengan tingkat pertumbuhan kolusi antara Afghanistan Taliban dan al-Qaidah dan kelompok-kelompok ekstremis lain yang berlindung di seberang perbatasan di Pakistan,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Mullen memerintahkan pasukan yang bergerak ke Afghanistan untuk menguatkan diri guna menghadapi pertempuran dan kemungkinan jatuhnya korban. “Pemberontakan semakin keras, lebih luas, lebih canggih,” katanya.

Mengawali penambahan pasukan, sebanyak 1.500 prajurit marinir AS mendarat di Afghanistan dan dikerahkan ke selatan provinsi Helmand, salah satu medan pertempuran yang paling sulit. Pasukan pembuka ini akan mempersiapkan logistik bagi puluhan ribu tentara tambahan lain –30.000 pasukan– yang segera menyusul dalam beberapa bulan mendatang.

Akankah AS dan sekutunya dapat menumpas Taliban dan al-Qaidah serta memenangkan perang, hanya dengan banyaknya prajurit yang mereka miliki? Sang waktu yang akan menjawabnya.

Sabili

Chairul Akhmad

About this publication