Obama’s Visit, a Sign of Reconciliation?

<--

Misi Obama ke Indonesia untuk membahas isu-isu politik dan kebudayaan ketimbang membahas hubungan ekonomi. Lain dengan tiga negara Asia lainnya yang dikunjungi yaitu India, Korea Selatan dan Jepang yang lebih banyak membahas isu ekonomi guna mencari peluang pasar bagi produk Amerika Serikat.

Kedatangan Obama ke Indonesia kemungkinan juga membicarakan masalah terorisme. Obama menghargai upaya-upaya pemberantasan terorisme yang dilakukan Indonesia. Masalah terorisme menjadi program global AS dipelopori mantan presiden George Walker Bush yang masih diteruskan pemerintahan Obama.

Selain itu, pemerintah Obama barangkali juga ingin menyampaikan penghargaan kepada Indonesia yang dianggap mampu menjaga keamanan dan perdamaian dunia umumnya dan Asia khususnya. Sebagai negara pluralitas dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia dianggap mampu menjaga keamanan dan perdamaian kawasan. Indonesia juga dinilai berhasil mengupayakan perdamaian dunia khususnya negara-negara tetangga di Asia tergabung dalam ASEAN yang bertikai.

Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, kunjungan Obama ke Indonesia bisa jadi sebagai implementasi janji Obama ketika baru terpilih menjadi presiden AS. Setelah dilantik 29 Januari 2009, pemerintahannya tidak ingin berkonfrontasi dengan dunia Muslim seperti yang dilakukan pemerintahan George W Bush. Obama ingin melakukan rekonsiliasi dan membina hubungan baik dengan dunia Muslim. Memang untuk mewujudkan janjinya itu Obama pernah berkunjung ke Turki dan Mesir serta berpidato di negara itu bahwa pemerintahan AS di bawah pimpinannya ingin membina hubungan yang lebih baik lagi dengan negara-negara Muslim. Dengan berkunjung ke masjid Istiqlal Jakarta mengisyaratkan keinginan Presiden AS mewujudkan obsesinya.

Sama saja

Hampir dua tahun berkuasa, janji untuk tidak berkonfrontasi dan rekonsiliasi dengan negara-negara Muslim belum juga terealisasi. Janji tinggal janji, namun janji hanya untuk kepentingan memenangkan Pemilu di masa kampanye. Obama sama saja dengan presiden AS lainnya berbuat demi kepentingan AS semata.

Ironisnya, Obama malah meneruskan program pemberantasan terorisme global-nya Bush dengan menambah pasukan AS di Afghanistan. Penambahan itu dimaksudkan untuk menghancurkan basis Al Qaidah dan Taliban di Afghanistan. Kenyataannya saat ini pasukan NATO yang dimotori AS kalah di Afghanistan dan Pakistan dengan banyaknya pasukan NATO yang tewas di negeri itu plus kerugian moril dan materil yang sangat memalukan AS dan pasukan NATO. Obama tidak mau belajar dari kekalahan pasukan Uni Soviet dulu yang katanya hebat namun pada kenyataan lari tunggang langgang keluar Afghanistan melawan pasukan mujahidin.

Janji penarikan pasukan AS dari Irak yang direncanakan berlangsung selama 16 bulan sejak tahun 2011 nanti bolehlah kita lihat bagaimana realisasinya. Namun penarikan pasukan AS dari Irak bukanlah persoalan sederhana. Di sana, ada kepentingan industri militer AS yang tidak menginginkan tentara segera ditarik. Karena penarikan pasukan AS dari negeri seribu satu malam itu dengan sendirinya akan mengurangi pendapatan industri militer. Selain itu, ada kepentingan Pentagon yang ingin menunjukan kedigdayaan AS dan sekaligus dapat menaikkan pangkat para komandannya. Oleh karena itu, bila Obama ingin menarik pasukan AS dari Irak , ia akan berhadapan dengan kepentingan tersebut.

Sewaktu terpilih jadi presiden, Obama berjanji akan berdiplomasi langsung dengan Iran tanpa syarat dalam mencari penyelesaian secara komprehensif isu progam nuklir Iran, dukungan negeri mullah itu pada teroris dan ancaman Iran pada Israel. Tetapi belakangan Obama memberikan pilihan pada Iran, sebagai prakondisi dialog. Bila Iran mau menghentikan program nuklir dan dukungannya kepada kelompok teroris, maka AS akan memberikan insentif seperti menjadi anggota WTO, investasi ekonomi dan hubungan diplomatik yang lebih baik. Bila Iran menolak, maka AS akan meningkatkan tekanan ekonomi dan isolasi politiknya.

Penghentian program nuklir tentu akan menyulitkan posisi Iran yang membutuhkan energi untuk keperluan industrinya. Namun Obama meyakini program nuklir Iran untuk menghancurkan Israel. Itu artinya, Obama sangat mendukung Israel dan mengabaikan kepentingan wilayah sekitarnya. Padahal Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad telah membuka kesempatan dialog dengan AS.

Obama mengatakan akan terus mendorong kerjasama Israel dan Palestina untuk mewujudkan dua negara yaitu negara Yahudi Israel dan negara Palestina yang hidup berdampingan secara damai dan aman. Namun kenyataannya Obama tidak mampu menekan Israel menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di daerah pendudukan yang menjadi syarat keberlangsungan pembicaraan damai dengan Palestina.

Masih segar dalam ingatan ketika Obama membisu diam seribu bahasa ketika Israel melakukan agresi ke Gaza pada akhir Desember 2008. Obama juga tidak berbuat apa-apa ketika pasukan Israel menghadang kapal bantuan kemanusiaan Mavi Marmara yang menimbulkan banyak korban. Dalam percaturan politik Palestina Obama juga menganggap kelompok Hamas sebagai organisasi teroris dan tidak ingin melakukan pembicaraan dengan Hamas Ketika mantan Presiden Jimmy Carter bertemu pimpinan Hamas guna mengakomodir kepentingan kelompok itu, Obama tampak sangat tidak setuju.

Dalam kunjungan Obama ke Indonesia kali ini tampaknya pemerintah, masyarakat dan media tidak terlalu berlebihan dalam menyambut kedatangan presiden AS yang memiliki kesan romantis di Indonesia di masa kecilnya dulu. Itu artinya, penyambutan kedatangan Obama kali ini tidak seheboh dan seberuntung rencana kunjungannya yang gagal sebelumnya. Hal ini mungkin secara kebetulan saja karena saat ini perhatian pemerintah, masyarakat dan pers Indonesia terfokus pada berubi-tubinya bencana yang melanda Indonesia dan penanggulan bencana itu sendiri.

About this publication